dr. Veinardi Madjid, Sp.OG., Subsp.Onk
Selain kanker payudara dan kanker serviks, kanker ovarium yang berkembang pada jaringan ovarium atau indung telur juga sering dialami perempuan di Indonesia, salah satunya dalam bentuk kista ovarium ganas. Namun, kista tidak selalu bersifat ganas karena sebagian besar kista justru bersifat jinak. Meski begitu, tetap perlu diwaspadai dan mendapat perhatian serius.
Dokter Spesialis Ginekologi Onkologi RS Kanker Dharmais, dr. Veinardi Madjid, Sp.OG., Subsp.Onk menjelaskan kista adalah kantong berisi cairan yang bentuknya menyerupai balon berdinding tipis. Kista bisa muncul di berbagai bagian tubuh, seperti kulit, otak, maupun indung telur (ovarium). Kista ovarium biasanya terdeteksi melalui pemeriksaan medis seperti USG, CT scan, atau MRI, yang menunjukkan gambaran lingkaran berdinding berisi cairan atau campuran padatan.
“Ovarium berada di sisi kanan dan kiri rahim dan berfungsi memproduksi sel telur pada masa subur. Adanya kista di ovarium bisa mengganggu siklus menstruasi dan kesuburan. Pada wanita yang sudah menopause, kista tertentu bahkan bisa memicu kembalinya perdarahan seperti menstruasi,” ungkap dr. Veinardi dalam Live Instagram Instalasi Deteksi Dini & PKRS, Selasa (27/5/2025).
Ia menjelaskan kista ovarium ganas memiliki pertumbuhan cepat, tidak terkontrol, dan dapat menyebar ke organ sekitar atau melalui darah ke organ lain seperti hati, paru-paru, dan otak, sehingga berpotensi mengancam nyawa. Meski demikian, ukuran kista bukan penentu sifat ganasnya, sehingga pemeriksaan melalui pembedahan diperlukan untuk memastikan diagnosis.
“Bukan berarti ukuran yang lebih besar otomatis dikatakan sebagai kista ganas. Bisa saja ukuran besar tersebut merupakan kista jinak atau bahkan kista borderline, yang sifatnya berada di antara jinak dan ganas,” jelasnya.
Kista jinak umumnya tidak mengancam nyawa dan sering kali merupakan bagian dari proses normal siklus menstruasi, sehingga memerlukan observasi lebih lanjut. Jenis ini banyak ditemukan pada wanita usia reproduksi. Sementara itu, kista borderline atau perbatasan memiliki sifat di antara jinak dan ganas. Kista ini tidak seagresif kanker, tetapi berisiko kambuh setelah diangkat. Penanganannya tidak memerlukan kemoterapi, cukup dengan operasi dan observasi rutin.
“Jenis kista hanya dapat dipastikan setelah operasi, apakah hasilnya jinak, ganas, atau borderline,” tambahnya.
Berbeda dengan kanker serviks yang memiliki metode deteksi dini, kanker ovarium hingga kini belum memiliki tes deteksi dini yang spesifik. Akibatnya, sebagian besar kasus baru terdiagnosis saat stadium lanjut. Upaya pencegahan dapat dilakukan dengan mengenali gejalanya sejak dini. Pada tahap awal, gejala kanker ovarium dapat meliputi perut terasa penuh atau kembung, sulit buang air besar (BAB), perdarahan melalui vagina, sesak napas, penurunan berat badan, mudah lelah, serta mual dan muntah.
Walaupun gejala mual dan muntah tidak selalu berarti kanker ovarium, keluhan ini perlu diwaspadai, terutama jika terjadi berulang dan tanpa sebab yang jelas. Menurut dr. Veinardi, mual dan muntah sering dikeluhkan oleh perempuan yang memiliki kanker ovarium pada saat sebelum datang ke dokter kandungan. Untuk itu, jika merasa adanya keluhan-keluhan tersebut maka wajib dilakukan USG untuk melihat apakah terdapat kista atau kanker di ovarium.
“Kanker ovarium sangat sulit untuk dideteksi sehingga sering disebut sebagai “silent killer” karena datang tanpa gejala yang jelas dan sebagian besar ditemukan sudah dalam keadaan stadium lanjut,” ujarnya.
dr. Veinardi menekankan pentingnya pemeriksaan rutin setahun sekali bagi semua perempuan, baik sebelum maupun sesudah menopause. Pemeriksaan dapat meliputi PAP Smear, tes HPV DNA, USG panggul untuk melihat kondisi rahim dan indung telur, dan evaluasi dinding rahim jika ditemukan penebalan atau perdarahan abnormal. Pemeriksaan ini cukup satu kali setiap tahun dan agar tidak lupa, cara sederhananya adalah menjadikan pemeriksaan tahunan ini sebagai "tradisi ulang tahun". Dimana setiap bertambah usia bisa sempatkan memeriksakan diri ke dokter kandungan.
“Secara garis besar, kesintasan hidup lima tahun pada kanker ovarium sangat dipengaruhi stadium saat diagnosis, yaitu stadium 1 sebesar 95%, Stadium 2 lebih dari 70%, Stadium 3 lebih dari 30% dan Stadium 4 sekitar 15%,” tutup dr. Veinardi
Leave a Comment